3 Kata-Kata Mutiara Hikmah Islami (credit: freepik) Islam menjadi salah satu ajaran agama yang sangat menganjurkan pemeluknya untuk selalu sabar dalam hidup. Agama Islam juga menekankan bahwa pasti ada hikmah di balik setiap peristiwa dan cobaan yang terjadi. Berikut beberapa kata-kata mutiara hikmah yang bernuansa islami. 24. ILove Islam Kata-kata Hikmah. Dengan membaca dan memahami beberapa kata-kata Imam Syafii bisa membuka pikiran dalam memandang suatu permasalahan dalam hidup. 06 Dec 2021 80. Di Quote Islam Kata Kata Hikmah Kyai Gontor Berikut ini kata kata santri yang telah kami rangkum dari berbagai sumber. Tabah adalah akhlak yang mulia. Pesandan Nasehat Kh. Abdullah Syukri Zarkasyi dalam dunia pendidikan. Agustus 23, 2017. Kh. Abdullah Syukri Zarkasyi. Beliau adalah pimpinan pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, perjuangan, pengabdian dan pengorbanannya kepada umat telah banyak membuahkan hasil yang sangat luar biasa. Ia adalah seorang guru yang tak pernah kenal lelah KumpulanNasihat dan Falsafah Hidup Gontor Part 1. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Gontor tidak hanya memerhatikan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, namun lebih dari itu, Gontor juga membekali para santrinya dengan berbagai 'pelajaran kehidupan' berupa nilai-nilai luhur, nasihat, pesan-pesan, kata-kata bijak, dan falsafah hidup Assalamuaalaikum,.nd rek tangklet mbah,knapa ALLAH dalam berfirman dalam al qur'an menggunaka n kata KAMI&AKU,C Seperti Ini Cara Kyai Mendidik Santri Yang Mbeling Part II 234 Syubhat Wahabi 34 Wahabi 'Rasa Aswaja' 850 Manajemen Qalbu 224 Doa dan Dzikir 124 Ilmu Hikmah 158 Kajian 19 Khutbah 66 Motivasi 361 Tashawuf PbHpgd. Sistem Pendidikan Karakter ala GONTOR Hingga saat ini, orang masih ribut tentang konsep pendidikan karakter, namun, kenyataannya, baru dalam tataran wacana, sekadar berkembang dengan baik di seminar-seminar, atau talk show-talk show di televisi, bahkan masih kontroversial di antara lembaga pendidikan. Dengan pemikirannya yang brillian, para pakar itu menjelaskan bagaimana sebaiknya pelaksanaan pendidikan karakter itu. Akan tetapi, bagaimana bentuk konkretnya, sebagai keberhasilan pemikiran para pakar itu, belum ada contoh yang nyata, yang dapat dilihat. Tulisan ini hanya akan memaparkan pendidikan karakter menurut pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor PM Gontor/Gontor, sebagai upaya tukar pengalaman, tanpa bermaksud menggurui. Definisi Pondok Pesantren Menurut Pendiri GONTOR Pendiri PM Gontor mencanangkan definisi tentang pondok pesantren demikian, “Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dimana kyai sebagai sentral figur, dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwainya.” Definisi tersebut, tentu, tidak universal, hanya menurut PM Gontor. Yang jelas, definisi itu menunjukkan bahwa pondok itu melakukan pendidikan karakter, yakni pendidikan tentang kehidupan dengan karakter Islami menurut ikhtiyar Gontor. Kyai sebagai sentral figur bermakna segala gerak-gerik kyai, peranan kyai, sepak terjang kyai, kehidupan kyai, hingga rumah kyai dapat dilihat untuk dijadikan contoh bagi para santrinya. Sementara itu, makna masjid sebagai titik pusat yang menjiwai, menunjukkan bahwa masjid merupakan pusat dan ruh pendidikan karakter yang religius. Pilar utama nilai pendidikan karakter di Gontor ada lima, lazim disebut Panca Jiwa, yakni Keikhlasan; Kesederhanaan; Ukhuwwah Islamiyah; Kemandirian; dan Kebebasan. Kecuali itu, ada motto “Berbudi tinggi; Berbadan Sehat; Berpengetahuan Luas; dan Berpikiran Bebas.” Maknanya, sebelum seseorang berpikiran bebas, dia harus berpengetahuan luas. Sedangkan syarat berpengetahuan luas mencari ilmu adalah berbadan sehat dan berbudi tinggi. Dalam praktiknya, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk materi pendidikan dan pengajaran, dan ditanamkan kepada para santri agar menjadi pengangan hidup. Penanamannya dilakukan secara masif, yakni melalui pengajaran-pengajaran di dalam kelas Kulliyyatu-l-Muallimin al-Islamiyyah KMI —lembaga pendidikan klasikal-nya Gontor— maupun pendidikan di luar kelas. Hal di atas sangat mungkin dapat dilakukan karena PM Gontor mewajibkan guru dan santrinya tinggal di pondok selama 24 jam penuh dalam sehari. Jadi, PM Gontor mengambil seluruh tri pusat pendidikan yang ada rumah, sekolah, dan masyarakat. Karena belajar hidup, maka segala sesuatu sekolah, mandi, makan, tidur, mencuci baju, dsb., dilakukan di dalam pondok. Sebagai teladan atau contoh penerapan jiwa-jiwa di atas adalah santri lama, para guru, dan puncaknya kyai—di Gontor disebut Pimpinan Pondok. Dengan sistem asrama penuh, penanaman jiwa pondok dan pendidikan karakter benar-benar lekat dan dapat menjadi pegangan hidup. Sudahkah Berwakaf di Bulan Ini ? Proses Pendidikan di Pesantren GONTOR Proses pendidikan di dalam dan di luar kelas asrama berlangsung masif dan integral; guru di kelas adalah juga guru pembimbing di asrama, di luar kelas. Di PM Gontor, budaya meniru sangat kuat. Agar lebih mudah dicerna, pendiri Gontor menyederhanakan pengertian pendidikan, yakni apa yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan. Karena seluruh santri, guru, dan kyai tinggal di dalam pondok, setiap hari, para santri akan melihat segala gerak-gerik para guru dan kyai, perilakunya, cara makannya, ibadahnya, cara berpakaiannya, dsb. Meskipun tidak mengalami, seorang santri dapat melihat, mendengar, dan merasakan. Lantas, semuanya akan tertanam di dalam hati dan pikirannya. Muaranya, para santri akan meniru apa saja yang dilakukan para pendahulunya, begitu seterusnya, belangsung selama bertahun-tahun. Pendidikan karakter di sekolah KMI ditanamkan melalui pelajaran Al-Qur’an, Al-Hadits, Mahfuzhat Kata-kata Hikmah, Muthalaah, termasuk pelajaran Tata Negara, Sejarah, dsb. Sementara itu, di luar kelas, baik di asrama maupun di tempat-tempat aktivitas di luar asrama, pendidikan karakter dilakukan melalui aktivitas kepramukaan, keorganisasian, keolahragaan, kesenian, kebahasaan, dan keterampilan. Memang, tidak semua santri mengikuti semua aktivitas itu, ada aktivitas pilihan. Banyaknya aktivitas itu menyebabkan tidak ada kamus menganggur bagi santri Gontor. Istirahat adalah pergantian aktivitas, bukan menganggur, istirahat, bersantai, atau leyeh-leyeh. Ada seorang ahli pendidikan mengatakan, bahwa pendidikan karakter lebih efektif dilakukan melalui aktivitas ekstra kurikuler. Begitu pula yang dilakukan Gontor. Dari aktivitas kepramukaan, misalnya, dapat ditanamkan nilai pendidikan karakter seperti kerja sama, ukhuwwah persatuan’, keberanian, toleransi, nasionalisme, dsb. Dalam aktivitas keorganisasian, dapat ditanamkan nilai keberanian, tanggung jawab, keikhlasan, keadilan, kejujuran, kedewasaan, dsb. Begitu seterusnya. Kalau ada yang meragukan nasionalisme anak Gontor, datang saja ke Gontor! Anda pasti akan malu. Jangankan anak Gontor yang asli Indonesia, para santri yang berasal dari Malaysia, Thailand, Amerika, Australia, dsb., saja wajib berlatih pramuka seminggu sekali. Dalam latihan itu, mereka wajib menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, mengibarkan bendera merah putih, dan membaca Pancasila. Hebat, bukan? Ada juga, orang yang belum paham mencemooh Gontor, yang seolah, tidak membaur dengan masyarakat. Untuk hal ini, Imam Zarkasyi almarhum, salah satu Pendiri Gontor pernah mengatakan, “Apa yang kamu lihat dan kamu alami di pondok ini akan kamu temui di masyarakat nanti.” Sementara itu, pendidikan kemasyarakatan yang diajarkan Gontor itu adalah masyarakat internasional, bukan hanya masyarakat desa. Namun, kenyataannya, pendidikan kemasyarakatan ala Gontor juga cocok diterapkan di masyakat mana saja, termasuk masyarakat desa. Buktinya, sudah banyak alumni Gontor yang berhasil mengabdi di masyarakat, diterima dengan baik di masyarakatnya, kecuali yang telah berkiprah di skala nasional maupun internasional.. Pendidikan Karakter Menyentuh Semua Elemen Pesantren GONTOR Pendidikan karakter tidak berhenti pada santri, melainkan juga setelah santri menjadi guru. Tugas guru Gontor ada tiga, yakni mengajar dan mendidik santri, mengikuti perkuliahan, dan membantu Pimpinan Pondok dalam berbagai hal, seperti menjadi sekretaris Pimpinan Pondok, menjadi staf Bagian Administrasi Keuangan, menjadi staf di KMI, menjadi staf Universitas Darussalam, mengelola yayasan dan peluasan wakaf Pondok, menjadi staf Pengasuhan Santri, menjadi wali kelas, membimbing santri di asrama-asrama, menjadi pengurus Dewan Mahasiswa, dsb. Para guru itu dalam menjalankan tugas, sama sekali, tidak dibayar. Tidak ada uang jabatan, tidak ada uang rapat, tidak ada honor kepanitiaan, tidak ada uang lelah, dsb. Mereka sadar bahwa dirinya, pribadinya akan dicontoh, akan ditiru oleh para siswa atau santri. Mereka bekerja all out. Pengalamannya mengemban amanat itu sudah merupakan gaji terbesar bagi mereka. Betapa tidak. Kyai atau Pimpinan Pondok mempercayakan amanah yang cukup berat kepadanya. Seorang guru di dalam kelas, juga membimbing santri di luar kelas, di asrama dan aktivitas ekstra kurikuler. Bagian Administrasi, misalnya, dalam usia 20 tahunan harus mengurus keuangan pondok yang berjumlah trilyunan. Beberapa staf yang bekerja di lembaga ini harus bertanggung jawab atas keluar masuknya uang dalam jumlah cukup besar, uang ribuan orang siswa, dan uang milik pondok. Pedoman kerjanya, pesan Imam Zarkasyi, “Administrasi yang baik wajib, perlu mutlak untuk menjaga kepercayaan.” Proses Pelaksanaan Pendidikan Karakter di GONTOR Proses pendidikan karakter di Gontor dibarengi dengan penerapan disiplin ketat. Setiap awal tahun, di PM Gontor ada “Tengko” teng komando. Malam itu, usai shalat Isaya’, di setiap asrama dibacakan segenap peraturan yang ada di PM Gontor, sekaligus sanksinya jika melanggar. Pembacaannya pun hanya sekali, tidak diulang. Sejak malam itu pula semua santri wajib mentaati disiplin, di antaranya disiplin waktu, disiplin berpakaian, disiplin bahasa, disiplin beraktivitas, dsb. Begitulah penanaman atau pendidikan karakter di PM Gontor. Hasilnya, setelah tamat, para alumni Gontor akan begitu mudah dikenali oleh orang pada umumnya, dan, apalagi, sesama alumni, khususnya, meskipun berbeda dekade. Dalam suatu kunjungan ke luar negeri bagi para kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri MAN, seorang alumnus yunior “curiga”, bertanya kepada salah satu kepala MAN, “Antum khirrij Ma’had?” Apakah Anda alumnus Gontor?’. dengan terperangah, orang tersebut menjawab, “Na’am, ana min Ma’had?” Benar, saya alumnus Gontor.’. Lantas perbincangan akrab pun terjadi, seolah bapak dengan anak. Cerita lain. Suatu saat, sejumlah 40 orang perwakilan lembaga pendidikan di Indonesia berkesempatan mengunjungi Amerika Serikat. Setelah bertemu dan saling berkenalan, 30 di antaranya, ternyata, adalah alumni Gontor. Subhanallah! Demi melihat hal itu, salah satu alumnus mengatakan, “Hadza jamiatu al-firan.” Wah, ini pasukan tikus, namanya.’, mengenang salah satu kisah dalam pelajaran Muthala’ah di Gontor. Mendengar olok-olok seperti itu, mereka pun tertawa, tak seorang pun marah. Ada yang menarik dari pendidikan karakter di Gontor, yakni pesan para pendiri yang dijadikan slogan bekerja dan bersikap. Slogan itu pengalaman hidup kyai pendiri. Dalam pengarahan sebelum berkerja untuk pondok, seperti mengecor gedung, Kyai selalu berpesan, “Anak-anakku sekalian, kita akan ngecor. Ikhlas bekerja, tidak ikhlas juga harus bekerja. Maka sebaiknya, berkerjalah dengan ikhlas.” Dalam mengabdi kepada pondok, sebaiknya, total, tanpa pamrih. “Banda, bau, pikir, lèk perlu sak nyawane pisan.” Yang lain, dengan lantang, kyai berkata kepada santrinya, “Jika tempat tidur saya, baju saya, makan saya lebih baik dan lebih enak daripada anak-anak, silakan protes!” Di Gontor, kyai tidak dibayar, bahkan juga masih membayar dalam beberapa urusan. Mengenai karakter kyai Gontor, pernah ada cerita, seorang santri ingin sekali membantu menyapu rumah kyai. Awalnya, isteri kyai itu melarang, karena memang sudah ada pembantu yang biasa melakukan. Namun, sang santri ini memohon dengan sangat, demi pengabdiannya. Akhirnya, suatu kali, dikabulkan. Apa yang terjadi? Saat harus menyapu kamar kyai, tiba-tiba matanya meleleh, sesenggukan menangis terharu. Betapa dia melihat sendiri kesederhanaan sang kyai. Sebuah tempat tidur besi kuno, dengan kasur kapuk, namun semua sprei dan sarung bantalnya putih, bersih. Hampir-hampir, dia menghentikan pekerjaannya. Begitulah Gontor, apa adanya. Pendidikan karakter bukan sekadar kata-kata, melainkan dapat dilihat dan ditiru dari kyainya. Sungguh, pendidikan karakter ala Gontor, membuat karakter itu melekat erat dalam diri para santri dan para alumni, bahkan menjadi pakaian atau sikap pribadinya, sehingga mudah dikenali. Bagaimana tidak menjadi pakaian. Para santri itu dididik selama 24 jam sehari, berlangsung selama 4, 6, bahkan 10 tahun bagi yang menjadi guru hingga sarjana, jelas akan melekat sampai kapan pun. Sehingga, pakaian Gontor itu dapat terlihat jelas. Bahkan, untuk menjaga agar pakaian itu tidak lepas, setiap tahun, Ahmad Sahal selalu berpesan kepada calon alumni Gontor, “Di jidatmu telah tertulis kata PM’ Pondok Modern.” Maka, para alumni harus berhati-hati, menjaga marwah, agar tetap terhormat, dihargai karena akhlaqnya, akhlaq Gontor. Sedikit cerita, pernah suatu ketika salah seorang presiden RI akan mengangkat seseorang menjadi duta besar, lantas bertanya begini “Bapak dulu alumnus mana?” “Saya alumnus S2 Univesitas Indonesia.”Sang Presiden masih ragu, belum mantap atas jawaban itu. Lantas, kembali terlontar pertanyaan pendek. “Sebelumnya?” “Saya tamatan sarjana IAIN Ciputat.” Kening Presiden berkerut, belum puas atas jawabannya; ragu demi melihat karakter yang dimiliki calon dubes itu. Pertanyaan serupa di atas pun diulang, “Sebelumnya?” “Oh, sejak tamat Sekolah Dasar hingga Sarjana Muda, saya dididik di Pondok Modern Gontor.” Spontan, Presiden tersenyum, sembari menunjukkan jari telunjuknya, berkata, “Nah, ini yang saya maksud, yang saya cari. Kalau ini saya baru percaya.” Subhanallah! Sungguh, mengharukan. Maka, kalau mau melihat pendidikan karakter yang sesungguhnya, datanglah ke Gontor! Semua dapat dilihat dengan jelas, apa adanya. Akhir September 20017 [Penulis Ust. Nasrulloh Zarkasyi Semoga jadi amal jariyah bagi Penulis dan Penyebar tulisan inspiratif ini…. aamiinn Allahumma Aamiinn] BACA 13 Logis Alasan Anak Zaman Now Sekolah di Pesantren Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tulisan ini merupakan dedikasi dan penghormatan untuk alm Imam Zarkasyi, ulama besar dan salah seorang Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor PMDG Ponorogo Jawa Timur. Semoga Allah senantiasa merahmati dan memberkahinya dengan Imam Zarkasyi, lahir di Desa Gontor Ponorogo Jawa Timur, pada 21 Maret 1910 dan wafat pada 30 April 1985 usia 75 tahun. Ayah dan ibunya berdarah ningrat Jawa Ulama. Leluhurnya adalah Kyai Ageng Mohammad Besari pendiri Pondok Tegalsari yang sangat masyhur di abad ke-18-19. Dalam dirinya pun mengalir darah Sultan Kasepuhan Cirebon dari nasab sang ayah. Namun kerendahan hati dan rasa tawadhu’, begitu tampak dalam pribadi dan kesehariannya. Ulama besar ini enggan memberi embel-embel “Raden”, “Ustad” atau “Kyai” pada namanya. Sebutannya sederhana saja, “Pak Zar”. Pakaian kebesarannya cukup sarung, jas dan peci hitam, tanpa jubah dan sorban yang melilit-lilit kepala. Bahkan seringkali berkaos oblong, berbekal paku dan palu, Pak Zar berkeliling memperbaiki sendiri barang-barang Pondok yang rusak, tanpa bantuan tukang. Bagi Pak Zar, sederhana bukan berarti miskin. Sebait kata-kata ini akan selalu dikenang para santri dan alumninya “Jika santri-santriku melihat bahwa apa yang kami makan, kami pakai, dan kami tempati lebih enak daripada yang santri-santriku rasakan, silakan protes!”. Adakah kita saksikan pada para pemimpin kita hari ini?... Pesantren Gontor adalah tempat untuk menyemai, memupuk serta menanam rasa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah, dan kebebasan. Menurut Pak Zar, sebuah institusi pendidikan yang baik dan konsisten, pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik dan konsisten pula dan itu harus dimulai dari niat yang lurus. Inilah doa beliau saat pertama kali mendirikan Pondok Modern Gontor “Ya Allah, kalau sekiranya perguruan yang saya pimpin ini tak akan memberikan faedah-faedah kepada masyarakat, lenyapkanlah ia segera dari pandangan saya”.Niat dan doa kyai yang ikhlas ini, ternyata langsung dijawab kebaikan oleh Allah. Pondok Modern Darussalam Gontor, bukannya lenyap dari muka bumi, tapi justru hidup hingga kini. Gontor bukan hanya hidup sendiri, ia bahkan mampu melahirkan "anak-anaknya" di seantero nusantara bahkan sampai ke mancanegara. Ratusan pesantren cabang dan alumni Gontor dapat kita saksikan sekarang, tentu dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Pak Zar, apalah artinya sebuah iklan, brosur, dan spanduk promosi yang bombastis, bahwa sekolahnya atau pesantrennya unggul dalam A, B, C, tapi pada kenyataannya jauh dari yang diiklankan. Baginya mudah saja, siapa yang percaya dan taat kepada Pondok, silakan datang dan belajar di Gontor. Tapi siapa yang tidak percaya dan tidak taat, silakan pergi. Gontor membuktikan konsistensinya itu saat “mengusir” orang santri pada “peristiwa hitam” 19 Maret 1967 Persemar dan hanya 400an santri yang dipanggil kembali untuk belajar. Apa kata pak Zar? “Sekalipun tinggal seorang murid, Gontor akan saya teruskan. Kalaupun tidak ada yang mau belajar, saya akan mengajar manusia dengan pena”. Setiap kali akan menandatangani surat pengusiran seorang santri, air mata Pak Zar menetes, teringat anak itu dan orang tuanya, dengan lirih beliau berkata “Anak itu harus saya usir, mudah-mudahan dia menjadi lebih baik, setelah keluar dari Gontor”.Sejak program KMI Gontor dibentuk di tahun 1936, Pak Zar dengan penuh kasih sayang mendidik langsung para santri, siang dan malam. Baginya, pendidikan lebih utama dari pengajaran. Sejak didirikan sampai sekarang, Gontor merumuskan kurikulumnya sendiri, mandiri, dan yang pasti tidak gonta-ganti. Tak ada campur tangan dari para menteri yang silih datang berganti dengan kurikulumnya sendiri-sendiri. Tak pernah ada kata intervensi, sekalipun sang menteri adalah alumni Gontor tak pernah mengenal UN Ujian Nasional! Ujian untuk para santrinya selalu dilaksanakan dalam bentuk ujian lisan dan essai, tak pernah ada soal pilihan ganda di kamus Gontor. Kata pak Zar, “Ujian itu untuk belajar, bukan belajar untuk ujian”. Sekali-kali, berkunjunglah ke Gontor saat ujian semester berlangsung. Lihatlah aura belajar dan suasana ujian yang sangat menakjubkan!.Puluhan tahun ijazah Gontor tak diakui di dalam negeri, lulusannya ditolak sana-sini saat akan mendaftar Perguruan Tinggi Negeri. Namun anehnya, sejak dulu berbagai pemerintah luar negeri memberi apresiasi pada alumni Gontor. Mesir 1957 Arab Saudi 1967 dan Pakistan 1991 mengakui ijazah alumni Gontor sejak lama. Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Negeri ini baru mengakui ijazah Gontor di tahun 2000, setelah 75 tahun!. “Kamu jangan minder, takut, atau kecil hati. Sampaikan dengan jujur dan ikhlas, orang pun akan menerima dengan baik”. Begitu nasehat Pak Santri Gontor, Kini Profesor Doktor 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya

kata kata hikmah kyai gontor